JAKARTA - Seblak, camilan pedas yang berasal dari Bandung, dikenal luas dan digemari oleh berbagai kalangan, terutama anak muda. Namun, konsumsi seblak dan makanan berbahan vetsin lainnya dalam jumlah berlebihan dapat mengancam kesehatan. Menurut dr. Lingga Ramot Gumelar, SpPD, spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Hermina Bitung, kebiasaan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan ginjal dan meningkatkan risiko penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes.
"Jika asupan garam dan gula dari makanan sehari-hari dikonsumsi secara berlebihan, ini dapat memicu timbulnya penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes," jelas dr. Lingga.
Peringatan ini sejalan dengan kebiasaan masyarakat, terutama dari kelompok usia muda, yang kerap mengonsumsi seblak dan minuman manis. Lingga menambahkan, kebiasaan ini meningkatkan risiko terkena penyakit kronis, yang akhir-akhir ini kasusnya semakin meningkat pesat. Bahkan, data dari berbagai lembaga kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ini semakin mengkhawatirkan.
Indonesia saat ini menempati peringkat kelima dunia dalam jumlah penderita diabetes terbanyak. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021, angka penderita diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta orang. Jumlah ini diproyeksikan meningkat tajam menjadi 28,6 juta orang pada tahun 2045. Sementara itu, data dari Kementerian Kesehatan Indonesia melalui Survei Nasional pada tahun 2018, menunjukkan prevalensi hipertensi telah mencapai 34,1 persen dari total populasi.
"Peningkatan prevalensi ini sebagian besar didorong oleh pola makan yang kurang sehat, di antaranya tingginya konsumsi makanan bergaram dan minuman manis yang kerap kali diabaikan," ungkap dr. Lingga.
Hipertensi dan diabetes merupakan dua kondisi kesehatan yang saling berkaitan erat, dan keduanya memberikan kontribusi signifikan terhadap beban penyakit kronis di Indonesia. Kedua penyakit ini berisiko merusak berbagai organ penting dalam tubuh, termasuk jantung dan ginjal.
"Salah satu dari dampak umum dari kedua penyakit ini adalah peningkatan kerja ginjal untuk menyaring darah. Jika dibiarkan, ini dapat mengakibatkan kerusakan ginjal secara berangsur-angsur," tambah dr. Lingga.
Untuk mengurangi risiko ini, dr. Lingga merekomendasikan masyarakat untuk mulai memperhatikan pola makan dan memperhatikan asupan harian garam dan gula. Menjaga pola makan sehat dengan membatasi konsumsi makanan olahan, memperbanyak konsumsi buah dan sayur, serta meningkatkan aktivitas fisik, dapat menjadi langkah awal dalam mencegah berkembangnya penyakit kronis.
"Diperlukan kesadaran dan perubahan gaya hidup dari diri sendiri untuk mencegah komplikasi yang lebih serius di kemudian hari," saran dr. Lingga.
Di tengah makin meningkatnya popularitas makanan cepat saji dan olahan, informasi ini penting disebarluaskan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan dampak kesehatan dari kebiasaan makan sehari-hari. Kebijakan publik yang mendukung edukasi gizi dan promosi hidup sehat, serta adanya intervensi kesehatan, diperlukan untuk memerangi epidemi hipertensi dan diabetes yang kian mengancam kesehatan nasional.
Meningkatkan pemahaman mengenai pola makan yang seimbang dan pentingnya menjaga kesehatan secara proaktif adalah tanggung jawab bersama yang harus terus digemakan agar tercipta masyarakat Indonesia yang lebih sehat dan berdaya tahan terhadap penyakit kronis. Dengan demikian, diharapkan beban penyakit ini di masa depan dapat ditekan.
Adopsi gaya hidup sehat yang berkesinambungan bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan yang harus diprioritaskan dalam upaya mencapai kesehatan yang optimal. Harapannya, dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai hal ini, angka kejadian penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes dapat dikurangi secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang.