Kemenkes

Kemenkes akan Batasi Iklan Produk Tinggi Gula, Garam, dan Lemak: Upaya Menekan Konsumsi Berlebih

Kemenkes akan Batasi Iklan Produk Tinggi Gula, Garam, dan Lemak: Upaya Menekan Konsumsi Berlebih
Kemenkes akan Batasi Iklan Produk Tinggi Gula, Garam, dan Lemak: Upaya Menekan Konsumsi Berlebih

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengambil langkah proaktif dalam mengatasi lonjakan angka kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) yang dikaitkan dengan tingginya konsumsi Gula, Garam, dan Lemak (GGL). Inisiatif ini bukan hanya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk menekan biaya kesehatan nasional yang meningkat secara signifikan.

Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kemenkes, Asnawi Abdullah, menekankan bahwa lebih dari 75 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh PTM. "Penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung dan stroke, merenggut hampir 800 ribu nyawa setiap tahunnya," ujar Asnawi dalam pernyataannya di Jakarta. Fakta ini menggugah pemerintah dan sektor terkait untuk berkolaborasi dalam merumuskan kebijakan pengendalian konsumsi GGL yang efektif.

Dalam membaca situasi terkini, Asnawi menyoroti kebutuhan strategis untuk memperkuat pelabelan gizi yang dapat dipahami dengan mudah oleh masyarakat. "Masyarakat harus bisa memilih makanan yang lebih sehat. Oleh karena itu, Kemenkes berencana membatasi iklan produk tinggi GGL, terutama yang menyasar anak-anak," tambah Asnawi. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam mengurangi angka kematian dan mengurangi beban sistem kesehatan nasional.

Langkah mengendalikan konsumsi GGL bukanlah tanpa dasar. Asnawi mengacu pada penelitian yang menunjukkan bahwa reformulasi kebijakan pangan dapat menghemat biaya kesehatan hingga ratusan juta dolar dan menyelamatkan ratusan ribu nyawa. "Menghapus lemak trans bisa menghemat hingga 213 juta dolar AS dan menyelamatkan lebih dari 115 ribu nyawa dalam 10 tahun pertama," jelasnya.

Inisiatif ini mendapatkan dukungan dari berbagai sektor, termasuk Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Sukadiono. Ia menyoroti bagaimana pola makan tinggi GGL terkait erat dengan peningkatan kasus diabetes dan obesitas. "Ada contoh sukses dari negara lain, seperti Finlandia yang berhasil menurunkan angka kematian akibat stroke dan jantung hingga 35 persen dengan mengurangi konsumsi garam sebesar 30 persen," jelasnya. Ia juga menyebutkan bahwa regulasi pajak minuman manis di Meksiko membuktikan penurunan konsumsi dan berdampak positif pada obesitas.

Sementara itu, Muhammad Subuh, Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES), menegaskan bahwa regulasi terkait pengendalian GGL sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksaan UU Kesehatan. "Pemerintah Daerah dan pemangku kebijakan lain harus berperan aktif. Dengan dukungan yang kuat dari akademisi dan masyarakat, target kesehatan nasional yang lebih baik pasti bisa dicapai," harapnya.

Di media sosial, isu konsumsi GGL berlebih juga menjadi topik hangat di kalangan netizen. Salah seorang pengguna media sosial, @thedemidts, menyoroti kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan tinggi GGL kepada anak-anak. "Orang tua zaman sekarang gampang ngasih makanan manis ke anak-anaknya. Padahal itu nggak baik kalo kebanyakan," cuitnya. Keluhan ini diamini oleh akun lain, @2378328, yang menyatakan bahwa pola makan seperti itu memicu kasus obesitas di kalangan anak dan remaja.

Kritik dan masukan dari masyarakat diharapkan dapat membantu pemerintah memperkuat kebijakan ini, sehingga konsumsi GGL berlebih dapat ditekan secara signifikan. Perubahan pola makan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan adalah kunci untuk mencapai tujuan ini.

Dengan langkah konkret dan kolaboratif, Kemenkes optimis bahwa kebijakan pembatasan iklan produk tinggi GGL dapat direalisasikan pada 2025. Melalui upaya ini, pemerintah berharap dapat menciptakan perubahan nyata dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index