JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tengah mengkaji kemungkinan penurunan suku bunga acuan, meskipun pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari 2025 suku bunga tetap berada di level 5,75 persen. Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, menjelaskan bahwa BI melihat ada peluang untuk menurunkan suku bunga acuan yang sesuai dengan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.
"Jadi, kalau kami mengatakan ada ruang penurunan BI rate, karena kami melihat inflasinya rendah dan kami terus turut mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Perry dalam konferensi pers yang berlangsung di kantor BI, Jakarta.
Meski ada kelonggaran untuk penurunan suku bunga, Perry mengungkapkan, keputusan tersebut tidak sekadar mempertimbangkan inflasi dan kondisi ekonomi nasional, tetapi juga menganalisis perkembangan dinamika global. Hal ini menjadi alasan mengapa BI belum mengambil langkah pemotongan suku bunga pada bulan Februari 2025. "Timing-nya, tentu saja kita harus mempertimbangkan dinamika global," tambah Perry.
Pada RDG Januari lalu, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 6 persen. Akan tetapi, dalam observasi terbaru, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami pelambatan dibandingkan proyeksi sebelumnya pada Desember 2024. Oleh karena itu, bank sentral merasa perlu memberikan dorongan melalui suku bunga yang lebih rendah.
Pada saat itu, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, dengan titik tengah 5,1 persen. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan estimasi sebelumnya yang berkisar antara 4,8 persen hingga 5,6 persen, dengan titik tengah 5,2 persen.
"Bulan lalu timing-nya tepat ya dan kenapa di bulan lalu? Perkiraan pertumbuhan ekonomi ini akan kita revisi turun ya sehingga kami dorong suku bunga," jelas Perry Warjiyo lebih lanjut.
Keputusan BI untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga sejalan dengan upayanya mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Perry menyatakan bahwa Bank Indonesia akan bekerja sama dengan pemerintah untuk menganalisis prospek pertumbuhan ekonomi pada 2025 dan dampak dari perubahan dinamika global terhadap ekonomi negara.
"Ini masih terlalu awal untuk melihat itu. Kami akan melihat ke sana ke depan. Intinya, arahnya ada, ruangnya ada, timing-nya adalah dari dinamika global," tegas Perry.
Sebagai bagian dari strategi ekspansifnya, BI sedang bersiap untuk menyesuaikan kebijakan moneternya berdasarkan perkembangan ekonomi nasional dan global. Perry menambahkan bahwa meskipun ada banyak ketidakpastian global, Bank Indonesia tetap fokus pada stabilitas keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam konteks ruang lingkup global, Perry mencatat bahwa faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga di negara-negara maju dan dinamika ekonomi global akan berpengaruh terhadap keputusan kebijakan BI. Bank Indonesia tetap waspada terhadap perubahan di pasar global dan pengaruhnya terhadap ekonomi domestik.
BI sangat berhati-hati untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil mendukung pertumbuhan ekonomi sambil menjaga stabilitas harga. Dengan menilai dinamika kebijakan moneter secara cermat, BI berharap dapat memberikan respons kebijakan yang tepat waktu dan relevan demi kesejahteraan ekonomi Indonesia.
Bank Indonesia juga berkomitmen untuk terus memantau dan menganalisis data ekonomi terkini sebelum membuat keputusan kebijakan moneter selanjutnya. Tujuannya adalah mencapai keseimbangan antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makroekonomi di tengah tantangan global yang terus berkembang.
Dalam beberapa bulan mendatang, BI akan terus mensurvei lingkungan ekonomi baik di dalam negeri maupun internasional guna menyesuaikan strategi kebijakan moneternya yang berdampak signifikan terhadap stabilitas dan ketahanan ekonomi nasional.