JAKARTA — Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Makassar baru-baru ini mengungkapkan bahwa pendapatan dari sektor transportasi bisa mencapai angka fantastis yakni triliunan rupiah, bila seluruh potensi yang ada dapat dioptimalkan. Namun, saat ini realisasi pendapatan baru mencapai Rp400 miliar per tahun, seperti yang dijelaskan oleh Kepala Bidang Angkutan Umum, Jusman, dalam acara "News Room Challenge" yang diselenggarakan oleh UK Pact dan World Resources Institute (WRI) Indonesia di Makassar.
Jusman mengemukakan bahwa kontribusi terbesar dari pendapatan ini berasal dari kebijakan penerapan tarif retribusi jasa angkutan umum di Kota Makassar, yang turut menyumbang bagi pendapatan asli daerah (PAD). Namun, persoalan lain yang turut menjadi pembahasan serius adalah kemacetan lalu lintas yang terus meningkat di kota ini.
"Kemacetan menjadi masalah utama, terutama pada jam-jam sibuk seperti pagi hari saat orang-orang berangkat ke sekolah dan kantor, serta sore hari ketika mereka pulang. Situasi ini menjadi tantangan serius," ujar Jusman.
Menurutnya, setidaknya ada 11 penyebab utama kemacetan di Makassar, namun ada empat faktor yang mendominasi. Faktor-faktor tersebut meliputi pilihan mobilitas masyarakat, perubahan kondisi alam, sistem dan infrastruktur transportasi, serta regulasi dan penataan ruang.
Sejumlah statistik menunjukkan bahwa sebagian besar warga Makassar memilih kendaraan pribadi untuk aktivitas mereka sehari-hari. Jusman mencatat, "Jumlah penduduk Kota Makassar mencapai 1.474.939 jiwa, dan sekitar 92 persen dari mereka menggunakan kendaraan pribadi sebagai alat transportasi utama."
Sektor transportasi publik yang tidak memadai menjadi salah satu alasan di balik keputusan warga untuk lebih memilih kendaraan pribadi. Lebih dari itu, kendaraan roda dua mendominasi mobilisasi masyarakat di kota ini, mencapai 75 persen dari total populasi kendaraan. Tidak mengherankan jika kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari.
Makassar memiliki total 1.244 ruas jalan, namun tercatat ada 237 ruas jalan yang padat dan sering mengalami kemacetan. Hal ini menandakan perlunya strategi pengelolaan lalu lintas yang lebih canggih dan inovatif.
Program Lead WRI Indonesia, Dimas Fadhil, turut menyoroti persoalan ini dalam konteks kerjasama yang diinisiasi oleh Kedutaan Besar Inggris. Ia menjelaskan bahwa WRI Indonesia, atas mandat dari Kedutaan Besar Inggris, kini tengah berupaya mengimplementasikan dana hibah guna mendorong mobilitas berkelanjutan di Makassar.
“Kami sangat berharap dengan program ini, bisa mendorong kebijakan pemerintah untuk menciptakan mobilitas yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” kata Dimas Fadhil.
Tujuan dari program tersebut adalah untuk menemukan solusi konkret dalam memberikan alternatif transportasi yang dapat diterima oleh masyarakat luas. Ini mencakup peningkatan fasilitas transportasi umum agar lebih nyaman dan efisien, sehingga dapat menurunkan ketergantungan warga terhadap kendaraan pribadi.
Memajukan infrastruktur dan sistem transportasi menjadi fokus utama dalam proyek ini. Termasuk di dalamnya adalah peningkatan kualitas layanan angkutan umum serta investasi dalam teknologi yang dapat mengurangi dampak lingkungan dari sektor transportasi.
Bila program ini sukses, bukan hanya pendapatan dari sektor transportasi yang akan mengalami peningkatan, namun juga kualitas hidup warga Makassar secara keseluruhan pasti akan meningkat. Hal ini penting mengingat dampak dari kemacetan tidak hanya merugikan secara ekonomi, tapi juga secara sosial dan lingkungan.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, diharapkan bisa tercipta solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk mengatasi kompleksitas tantangan transportasi di kota besar seperti Makassar. Potensi pendapatan yang besar tersebut tidak hanya bisa menguntungkan secara ekonomi, namun juga membuka peluang untuk pengembangan sosial dan infrastruktur yang lebih baik di masa depan.