Energi

Indonesia Ambil Alih 54 Persen Saham PT Vale: Strategi Penguatan Hilirisasi dan Energi Hijau

Indonesia Ambil Alih 54 Persen Saham PT Vale: Strategi Penguatan Hilirisasi dan Energi Hijau
Indonesia Ambil Alih 54 Persen Saham PT Vale: Strategi Penguatan Hilirisasi dan Energi Hijau

JAKARTA - Dalam langkah signifikan untuk mengukuhkan posisi Indonesia dalam industri pertambangan global, negara ini secara resmi mengendalikan 54 persen saham PT Vale Indonesia. Proses ini, yang telah berlangsung mengikuti divestasi tahun lalu, kini memberikan Indonesia, melalui MIND ID, otoritas atas 30 persen saham, sementara 20 persen saham lainnya beredar di pasar publik.

Sebagai negara dengan potensi sumber daya nikel yang melimpah, langkah ini dirancang untuk memberikan Indonesia kendali lebih besar atas sektor strategis ini, terutama dalam konteks permintaan dunia yang kian meningkat akan nikel sebagai bahan baku penting baterai penyimpan energi. Ini adalah bagian dari strategi yang lebih besar untuk menggerakkan pengembangan hilirisasi dan mendukung transisi menuju energi terbarukan.

Peran Krusial dalam Industri Pertambangan Berkelanjutan

Dalam kunjungan kerja ke PT Vale Indonesia, yang terletak di Desa Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menekankan pentingnya menjaga prinsip-prinsip keberlanjutan dalam operasi pertambangan.

"Kegiatan pertambangan memegang peranan penting dalam peradaban manusia, tetapi tanpa memperhatikan aspek kelestarian alam, pertambangan tidak dapat dianggap sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan," ujar Sugeng, seperti dikutip dari Parlementaria, Minggu.

Kunjungan tersebut menitikberatkan pada evaluasi praktik pertambangan berkelanjutan PT Vale dan kontribusinya pada pengembangan energi hijau. Sugeng dan timnya fokus pada proses produksi nikel matte, yang merupakan bahan baku utama dalam industri baterai penyimpanan energi, serta reklamasi lahan pasca-penambangan yang dikelola perusahaan.

Kepemimpinan dalam Rantai Pasok Nikel Global

Dengan mengendalikan sekitar 40 persen produksi nikel dunia, posisi Indonesia sebagai pemain dominan dalam rantai pasok global semakin tidak tergoyahkan. Namun, hal ini disertai dengan tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa ekstraksi dan pengelolaan sumber daya ini dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Sugeng menekankan bahwa sementara nikel merupakan komoditas berharga, ia juga adalah sumber daya yang tidak dapat diperbarui. Maka dari itu, ia menyerukan adanya pengelolaan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan masa depan yang berkelanjutan.

Komitmen Terhadap Prinsip ESG

Sugeng menyatakan apresiasi terhadap PT Vale atas komitmen kuatnya dalam mengintegrasikan prinsip Environment, Social, and Governance (ESG) dalam operasional perusahaan. PT Vale dikreditkan atas langkah konkret dalam menjaga kelestarian lingkungan, menerapkan tata kelola yang baik, dan melaksanakan reklamasi tambang dengan serius.

“PT Vale Indonesia telah menunjukkan praktik pertambangan yang berkelanjutan, berdampak positif pada ekonomi lokal, serta berkontribusi pada industri nikel yang ramah lingkungan dan selaras dengan cita-cita energi hijau," Sugeng menambahkan.

Dampak Ekonomi dan Tantangan Hilirisasi

Dari perspektif ekonomi, keberadaan PT Vale di daerah tersebut telah memberikan dampak ekonomi yang positif, dengan penghasilan sekitar Rp500 miliar per tahun melalui skema bagi hasil. Angka ini menyumbang hampir sepertiga dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Luwu Timur, yang berjumlah Rp1,5 triliun.

Selain itu, tingkat pengangguran yang rendah di sekitar Kabupaten Luwu Timur, sekitar 4 persen, menunjukkan kontribusi signifikan perusahaan dalam menciptakan lapangan kerja dan stabilitas ekonomi lokal.

Namun demikian, Sugeng menekankan pentingnya langkah hilirisasi selanjutnya agar PT Vale dapat terus mengembangkan produksi hingga mencapai produk akhir bernilai tambah tinggi seperti nikel kursor, katoda, dan baterai. Ini adalah langkah kritis untuk memastikan industri nikel tidak hanya mengekspor bahan mentah tetapi juga berkontribusi secara signifikan terhadap pengembangan ekonomi berkelanjutan di masa depan.

Masa Depan Energi Hijau Indonesia

Dengan kebijakan baru yang memberikan kontrol lebih besar kepada Indonesia atas sektor nikel, diharapkan dapat memacu langkah-langkah konkret untuk meningkatkan kapasitas dan penguasaan teknologi dalam produksi nikel. Ini tidak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan energi terbarukan dalam negeri tetapi juga untuk memperkuat posisi Indonesia dalam peta industri pertambangan dan energi global.

Langkah ini merupakan manifestasi dari visi jangka panjang Indonesia untuk tidak hanya menjadi penghasil bahan mentah tetapi juga pemimpin dunia dalam produksi energi hijau dan teknologi ramah lingkungan. Dengan momentum ini, Indonesia bertekad untuk memainkan peran utama dalam transisi dunia menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial berbagai masyarakat di tingkat lokal.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index