KPK Selidiki Dugaan Korupsi Logistik Pilkada Gubernur Bengkulu, ASN Diminta Bantu Pemenangan Rohidin

Selasa, 18 Februari 2025 | 09:32:37 WIB
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Logistik Pilkada Gubernur Bengkulu, ASN Diminta Bantu Pemenangan Rohidin

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Bengkulu nonaktif, Rohidin Mersyah, terkait penggunaan dana logistik dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Pada Senin 17 Februari 2025, tiga pejabat dari Pemerintah Provinsi Bengkulu menjalani pemeriksaan intensif oleh KPK. Mereka adalah Iwan Darmawan, Kepala Bidang Kawasan Pemukiman Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim); Ferry, Kepala Bidang Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) dan Pertanahan Dinas Perkim; serta A Akhyar, Kepala Bidang Perumahan Dinas Perkim.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan, pemeriksaan ini difokuskan pada upaya mendalami permintaan Rohidin agar Aparatur Sipil Negara (ASN) turut membantu penyediaan logistik pemenangan dalam Pilkada tersebut. "Didalami terkait dengan permintaan tersangka RM agar ASN turut membantu logistik pemenangan dirinya," ungkap Tessa dalam pernyataannya yang diterima media, Senin 17 Februari 2025.

Rohidin tertangkap tangan oleh KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu, 23 November 2024. Ia diduga kuat terlibat dalam tindak pidana korupsi berupa pemerasan terhadap sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu. Modus operandi yang digunakan adalah dengan memaksa para kepala dinas untuk mengumpulkan dana yang kemudian dialokasikan sebagai logistik pencalonannya dalam Pilkada serentak tersebut.

Pada kasus ini, selain Rohidin, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Sekretaris Daerah Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudan pribadi Gubernur Bengkulu, Evriansyah alias Anca. Keduanya diduga memiliki peran penting dalam menjalankan instruksi dari Rohidin serta mengoordinasi distribusi dana hasil pemerasan tersebut.

Posisi Rohidin sebagai petahana tidak mampu menyelamatkannya dari kekalahan dalam Pilkada yang baru lalu. Meskipun saat ini ia tengah mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, pengusutan lebih lanjut oleh lembaga antirasuah itu terus berlangsung guna mengumpulkan bukti-bukti tambahan serta mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.

Penggunaan dana logistik yang menggunakan sumber tidak sah dan cenderung ilegal ini tidak hanya mencederai proses demokrasi, tetapi juga menyalahi etika dan integritas yang sepatutnya dimiliki oleh pejabat publik. Lebih lanjut, keterlibatan aparat pemerintahan dalam penggalangan dana dengan cara yang tidak benar menjadi fokus perhatian KPK untuk mengungkap sejauh mana praktik korupsi ini telah berlangsung dan berapa besar dana yang mungkin sudah diselewengkan.

Rohidin yang berhasil ditangkap oleh KPK menunjukkan bahwa unsur kehati-hatian serta kewaspadaan dari lembaga antirasuah dalam menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan tetap dilakukan dengan tegas meskipun tantangan dalam pengungkapan kasus korupsi tidak pernah mudah.

Menurut Tessa, tindakan pemerasan yang dilakukan Rohidin tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghilangkan kepercayaan publik terhadap integritas proses Pilkada. "Ini adalah pengkhianatan terhadap prinsip demokrasi dan pelanggaran berat terhadap kepercayaan publik," tambahnya.

Ke depan, KPK berjanji akan terus mengawal proses hukum ini dan siap membawa setiap pelaku ke meja hijau demi tegaknya keadilan. “Penindakan ini diharapkan bisa menjadi contoh serius bagi para pejabat publik lain agar tidak main-main dengan dana publik dan tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka,” tegas Tessa.

Kasus ini sekaligus memberikan peringatan keras kepada seluruh elemen pemerintahan di Indonesia bahwa pengawasan terhadap penyalahgunaan wewenang dalam bentuk apapun akan terus dilakukan dan setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Selain itu, KPK juga mendorong kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat untuk ikut serta dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan jika mengetahui adanya indikasi pelanggaran hukum serupa.

Pada sisi lain, Kementerian Dalam Negeri bersama KPK juga berencana menggagas program pengawasan yang lebih ketat, khususnya pada pelaksanaan Pilkada mendatang, dengan harapan budaya korupsi khususnya dalam proses politik bisa diminimalisir. “Semakin baik sistem pengawasan dan laporan pelanggaran yang kita miliki, semakin kecil celah bagi praktik korupsi untuk terjadi lagi di masa yang akan datang,” tutup Tessa.

Terkini